Hot News

Popular Posts

latest News

More Hot News

Fashion Trends Gossip

Wisata Hati Ust, Yusuf Mansur Prinsip Pengusaha Ke-5 (As-Shodiqin)

By indra januar | Minggu, 11 Maret 2012
Posted in

Sebelumnya kita baca dulu QS. Ali Imron : 14-17 yang berisi tentang 7 Prinsip Menjadi Pengusaha berikut ini,
14.  Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak [186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
15.  Katakanlah: “Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?”. untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. dan Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
16.  (yaitu) orang-orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami Telah beriman, Maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,”
17.  (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur[187].
[186]  yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri.
[187]  Sahur: waktu sebelum fajar menyingsing mendekati subuh.
Setelah beberapa hari ketinggalan nggak menyaksikan pengajian wisata hatinya Yusuf Mansur, sekarang udah sangat ketinggalan. Pembahasannya sekarang udah nyampe prinsip jadi pengusaha yang ke-5, yaitu As-Shodiqin, be trusted people, menjadi orang yang bisa dipercaya. Dapat dipercaya ini sudah lebih dari sekedar modal. Ketika orang bilang, “Antum pake aja uang ini untuk usaha antum, nanti kalo udah dapat untung banyak, baru antum kembalikan ke ane”, ini sudah merupakan modal yang begitu besar. Namun, sifat dapat dipercaya ini tidak serta merta ada pada diri kita tanpa pembuktian sebelumnya. Butuh proses yang begitu panjang sampai terbukti bahwa kita layak untuk dipercaya orang lain.
Kalo kata pak Arqom, trainer dari Trustco yang begitu keren, kita bisa mengecek seberapa besar kepercayaan orang lain ke kita dengan mengirim SMS ke semua nomor yang ada di kontak HP kita yang isinya, “Akh/Ukh, ane lagi butuh duwit untuk modal usaha, antum bisa nggak minjemin ane sekian rupiah saja”. Tunggu beberapa saat, berapa orang yang dengan mantap membalas, “OK Akh/Ukh, berapa nomor rekening antum, biar ane transfer?”, atau “Kapan ane bisa nganter uangnya ke tempat antum?”. Berapa yang membalas, “Afwan akh/ukh, uang ane mau ane gunakan untuk urusan lain”. Dan berapa yang sama sekali nggak membalas. Ini mungkin survey kecil-kecilan untuk mengukur seberapa trusted kah kita.
Kita, manusia, diberi modal oleh Allah berupa panca indera yang sehat, tubuh yang bugar, dan segala macam kecukupan berupa nikmat yang tidak bisa dihitung, maka jangan kita buat pemilik modal kita marah karena kita tidak dapat dipercaya. Kita menggunakan modal yang diberikan Allah untuk bermaksiyat, melinggar syariat-Nya. Maka tidak heran kalo perlahan-lahan atau secara tiba-tiba Allah mencabut nikmat ini dari kita. Mata kita yang awalnya sehat, jernih ketika memandang, perlahan-lahan jadi rabun, minus, silinder atau plus. Telinga yang awalnya sangat jelas ketika mendengar suara, perlahan-lahan menjadi tersumbat. Jarang ada orang yang menyadari hal ini. Semoga kita menjadi orang yang selalu waspada akan peringatan-peringatan dari Allah dan tidak dilalaikan dengan urusan-urusan dunia.
Berbicara tentang modal, ustadz Yusuf Mansur bercerita bahwa pada tahun 2005 beliau didatangi seseorang. Orang ini bilang kalau dia adalah kakak tertua yang sudah membesarkan adik-adiknya sampai seluruh hartanya habis, tinggal 1 rumah saja yang dia tempati. Namun, yang terjadi adalah adik-adiknya mau mengambil rumah itu dan mengusir si orang ini. Nah, orang ini meminta Ustadz Yusuf Mansur untuk mendoakan agar nantinya ia bisa menang di pengadilan. Yang dilakukan Ustadz Yusuf Mansur adalah menyelidiki dulu akar permasalahannya, beliau melakukan olah TKP. Kalo memang rumah ini milik orang itu, pasti nggak akan kemana-mana, tapi kalo ada yang nggak beres di awalnya, rumah ini pasti akan hilang baik dia menang ataupun kalah di pengadilan.
Ustadz yusuf Mansur akhirnya menanyai bagaimana ceritanya kok bisa sampai begitu. Beliau tidak melihat dari urusan hukum, tetapi lebih menyoroti urusan ukhrowinya. Orang tersebut bercerita kalo sejak tahun 80 an dia memulai usahanya, setelah berjalan beberapa lama, dia akhirnya bisa membiayai adik-adiknya dan bisa membeli rumah. Namun rumah itu dibeli atas nama adiknya. Jadi adiknya memanfaatkan celah ini untuk mengambil rumah tersebut darinya. Ketika Ustadz Yusuf Mansur bertanya dari mana asal modal yang digunakan untuk usaha orang tersebut, seketika orang itu menangis. Usut punya usut, ternyata modalnya didapat dari dia menjual tanah ibunya tanpa seijin ibunya. Niatnya si bagus, ingin digunakan untuk usaha agar bisa membiayai adik-adiknya, namun yang jadi masalah adalah ibunya tidak ridho sampai ibunya itu meninggal.
Akhirnya, ustadz yusuf Mansur menyarankan lebih baik rumah itu diserahkan saja ke adiknya, karena memang itu bukan rumahnya dan segera ke makam ibunya untuk berdoa ke Allah agar ia diampuni karena telah menyakiti ibunya tersebut. Orang tersebut akhirnya menuruti apa yang disarankan oleh Ustadz Yusuf Mansur. Dia datang ke adiknya dan ikhlas menyerahkan rumah itu ke adiknya serta mengakui semuanya kalau itu rumah memang bukan haknya. Namun, diluar dugaan, adiknya malah bilang dia hanya ingin memberi pelajaran saja ke kakaknya atas perlakuannya yang telah menyakiti ibunya karena ketika masih kecil adiknya belum bisa melakukan apa-apa. Dan selanjutnya, rumah tersebut tidak jadi diambil oleh adiknya dan dikembalikan lagi ke kakaknya.
Dari cerita tersebut, dapat disimpulkan bahwa modal itu harus berasal dari sumber yang halal, jelas bersihnya, tidak boleh dari sumber yang haram. Agar usaha yang kita bangun tumbuh di atas pondasi yang halal, bukan pondasi yang haram.
Wallahu A’lam, semoga bermanfaat…
Pagi ini di wisata hati an-tv, ustadz yusuf Mansur menyampaikan tentang visi misi menjadi seorang pengusaha. Secara garis besar, visi misi menjadi pengusaha dibagi menjadi 2, yaitu Li I’laa-I kalimaatillah (meninggikan kalimah Allah di muka bumi) dan naafi’un linnaas (bermanfaat bagi manusia).
Namun, secara spesifik, visi misi menjadi pengusaha dibagi menjadi :
  1. Allah
  2. Rosulullah
  3. Keluarga (ayah, ibu, istri, anak, dll)
  4. Alam (manusia, lingkungan, kebersihan, dll)
Bagaimana kalo visi misinya adalah untuk memperoleh kekayaan atau memperoleh gaji gede? Apakah nggak boleh? Jawabannya adalah, kalau pengen kaya, tanpa jadi pengusaha pun bisa. Jadi pengusaha jangan hanya sekedar pengen kaya saja, tapi hendaknya karena visi-misi tadi (Allah, Rosul, Keluarga, alam). Proposal pengusaha inilah yang nantinya akan dilihat oleh Allah. Jika motivasinya karena Allah, Allah pasti akan menolongnya.
Menjadi pengusaha bisa jadi derajatnya lebih tinggi dibandingkan seorang ustadz jika dapat berdakwah dengan kapasitasnya sebagai pengusaha. Bayangkan jika ada seorang owner sebuah perusahaan memiliki visi misi untuk berdakwah menyeru karyawannya kepada Allah dengan kekuasaannya sehingga membuat peraturan didepan karyawannya, bahwa setiap karyawan diharuskan sholat dhuha dulu sebelum bekerja, jika tidak maka dihitung absen. Barang siapa tidak bersedia maka dipersilahkan untuk mengundurkan diri. Subhanallah… bahkan lebih banyak lagi contoh lain, seperti mengajak karyawan untuk segera break menjelang waktu sholat tiba, mengimami karyawannya untuk sholat jamaah, melarang karyawan untuk meeting ketika waktu sholat, menghimbau karyawan untuk tilawah, bersedekah, atau bahkan qiyamullail bersama.
Jika hal ini yang dilakukan, Allah pasti akan menolong usahanya karena orang ini selalu mengutamakan Allah atas yang lainnya.
Pagi ini selepas sholat subuh dan tilawah, aku sudah stand by di depan televisi bersama Rizki, temen satu kontrakanku. Ada acara yang aku tunggu-tunggu yang aku nggak ingin ketinggalan barang semenitpun, yaitu pengajiannya Bengkel Hati bersama Ustadz Yusuf Mansur tiap Senin-Jum’at jam 5 pagi di ANTV. Kemudian tak lama lagi Azizah nimbrung bersama kami. Aku sudah menyiapkan buku dan pulpen untuk mencatat materi dari ustadznya, lalu Rizki pun ikut-ikutan ngambil alat tulis. Soalnya yang namanya ilmu itu kalo nggak dicatat ya gampang sekali hilangnya.
Untuk pagi ini ustadznya menyampaikan materi tentang tawakkal. Kalo selama ini yang aku pahami tentang tawakkal ya ikhtiyar dulu baru kemudian tawakkal. Ternyata bukan seperti itu urutannya kalo menurut ustadznya. Kita tawakkal dulu dengan cara mengadu pada Allah, baru ikhtiyar.
Rumus tawakkal yang disampaikan Ustadz Yusuf Mansur adalah
  • Karena Allah
  • Kepada Allah, dan
  • Di jalan Allah
Ini sudah pasti, semuanya bermuara pada Allah. Sedangkan urutannya adalah
  1. Allah dulu
  2. Allah lagi
  3. Allah terus
Ustadz yusuf Mansur memberikan contoh yang sangat bagus sekali mengenai implementasi dari konsep “Allah dulu, Allah lagi, Allah terus” ini.
Gini ceritanya, ada seorang bapak, sebut saja Pak Ahmad. Beliau butuh biaya kuliah untuk anaknya. Di rumah beliau punya sepeda motor yang bisa dijual untuk memenuhi biaya kuliah tersebut. Kemuangkinan terjual 2,5 juta, namun Pak Ahmad ini butuhnya 4 juta. Ketika anaknya datang meminta uang ke Pak Ahmad, jika beliau orang biasa, beliau akan bilang “Iya nak, ada motor, nanti akan bapak jual untuk membiayai kuliahmu”.
Menurut kalian ada yang salah nggak dengan jawaban Pak Ahmad tadi? Aku pun berpikiran apanya yang salah ya dari jawaban tadi. Ternyata nggak gitu sodara-sodara, Pak Ahmad ini karena tau betul gimana tawakal menjawab “Ya nak, bapak tak konsultasi dulu ke Allah, karena kemungkinan bapak bisa menjual motor bapak”. Kemudian Pak Ahmad sholat dhuha lalu berangkat ikhtiyar untuk menjual motornya. Dari sini, pak ahmad tidak menggantungkan penolongnya kepada motor, tapi Allah lah yang didahulukan (Allah dulu).
Selanjutnya, setelah nyampe ke toko dimana motornya mau dijual, terjadi tawar menawar antara pak Ahmad dengan pembeli,
Pak ahmad : “ini saya mau jual motor, saya tawarkan 4 juta rupiah, bagaimana pak?”
Pambeli : “motor kayak gini 4 juta, 2 juta pak”
Pak ahmad : “waduh pak, jangan 2 juta, saya butuh 4 juta untuk biaya kuliah anak saya”
Pembeli : “ya udah, 2,5 juta, mau kagak?”
Pak ahmad : (kalo 2,5 juta, yang 1,5 juta laginya dari mana, tapi gak papa lah ada Allah) “hmmm, sebentar ya pak, saya tak ijin dulu ke Allah, boleh nggak 2,5 juta” (Allah lagi)
Pembeli : “ya udah sono, tanyain ke Allah, 2,5 juta boleh kagak”
Akhirnya Pak Ahmad mencari mushola, beliau wudhu dan sholat sunnah. Setelah itu beliau berdoa kepada Allah, mengadukan semua yang menjadi permasalahannya, meminta jawaban apakah beliau harus menjual motornya seharga 2,5 juta. Kalo memang Allah mengijinkan, sisanya yang 1,5 juta pasti akan Allah carikan jalan untuk memenuhinya.
Apakah tiba-tiba jawaban dari Allah langsung terdengar oleh Pak Ahmad? Tidak seperti itu, jawaban itu berupa isyarat, bisa jadi ketika nanti Pak Ahmad balik menemui pembeli, pembelinya sudah pergi, itu berarti Allah tidak mengijinkan, jika pembelinya tetap menunggu, berarti Allah mengijinkan. Atau mungkin ada isyarat-isyarat lain yang memperlancar atau menghambat proses jual belinya itu.
Setelah Pak Ahmad mantap dengan niatnya, yang ingin menjual dengan harga 2,5 juta. Beliau akhirnya keluar dari mushola untuk menemui pembeli itu tadi. Eh, tanpa disangka-sangka, apa yang terjadi? Motornya sudah tidak ada ditempat, raib entah ke mana. Wah, gimana ini, kira-kira kalo kita yang ada diposisi Pak Ahmad, apa yang akan kita lakukan? Hmmm,,, unpredictable… tapi Pak Ahmad mencoba untuk tegar, karena beliau sejak awal tidak menyandarkan hidupnya pada motornya itu, beliau masih punya Allah yang tidak akan pernah hilang. Akhirnya beliau yang masih punya wudhu, sholat lagi mengadu ke Allah atas apa yang menimpanya ini. Kali ini dijamin sholatnya lebih khusyu’ dari yang sebelumnya (hehe…).
Melihat ayahnya yang pulang ke rumah tanpa membawa motor, anaknya bertanya, “gimana pak, motornya sudah terjual?” pak ahmad hanya bisa memasrahkan semuanya pada Allah. Dan yakin nanti akan diganti oleh-Nya (Allah terus).
Yup, sambil denger cerita itu, terasa tertohok-tohok diriku. Selama ini, rasanya si sudah tawakkal gitu, tapi belum mengamalkan yang Allah dulu, Allah lagi, Allah terus.
Semoga bermanfaat…Wallahu a’lam bisshowab
Kamis, 12 Januari 2012

Categories :

Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response


0 komentar for "Wisata Hati Ust, Yusuf Mansur Prinsip Pengusaha Ke-5 (As-Shodiqin)"

Leave a reply